Seperti seorang ibu, Bumi telah memberikan segala yang dimilikinya untuk semua makhluk yang tinggal di dalamnya.
Seperti seorang ibu, Bumi memberikan kita tempat untuk kita tinggal dengan nyaman dan tenang
Dan bukan hanya untuk kita, manusia saja. Tapi ia juga memberikan segala yang dibutuhkan oleh hewan dan tetumbuhan, yang nantinya juga akan dimanfaatkan oleh sang manusia.
Jadi, apa yang kurang dari sang Bumi? Dengan segala kebaikan yang ada padanya, sehingga kita dapat hidup dari tanahnya, airnya, udaranya, semuanya. Segalanya. Kita mengambil dari sang Bumi, dan ia selalu siap menyediakannya.
Kecuali ketika sekarang, kita, manusia, mulai durhaka kepada sang Ibunda. Kepada sang Bumi. Kekayaannya dieksploitasi besar-besaran tanpa mau memedulikan keseimbangan alam. Dan ketika manusia tersadar, sang Bumi telah rusak. Entah masih bisa sembuh atau tidak. Tapi sang Ibunda telah sakit. Yang telah menopang kehidupan, malah kita sakiti badannya.
Maka jangan protes kalau sang Ibunda sedikit "ngambek". Ketika ia sudah sangat sakit, ia akan memberikan sinyal merah kepada kita. Tanda bahaya. Karena sekali-sekali, sang Ibunda juga perlu diperhatikan oleh anak-anaknya. Anak yang telah kita lindungi, namun kini malah disakiti.
Walau sebenarnya, sang Bumi telah bertahan dari segala macam gangguan yang ada selama trilyunan tahun silam. Bukankah seharusnya kita yang khawatir akan kehidupan kita? Sakitnya, rusaknya sang Bumi berarti rusaknya tatanan kehidupan manusia.
Sang Bumi yang telah berusia milyaran, trilyunan tahun ini, entah sampai kapan akan hidup dan bertahan.
No comments:
Post a Comment